Selasa, 12 Maret 2013

PROPOSAL PENELITIAN KUALITATIF


PERANAN TRADISI MANUGAL
PADA MASYARAKAT DAYAK MERATUS KALIMANTAN SELATAN
DALAM PENDIDIKAN GEOGRAFI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
 (KAJIAN ETNOGRAFI)


Oleh: Muhammad Efendi


BAB  I
PENDAHULUAN


A.      Latar belakang masalah
Kalimantan Selatan mempunyai suku yang memiliki keanekaragaman dalam berbagai hal. Salah  satunya adalah budaya yang berkembang dalam masyarakat adat sebagai kekayaan  nasional. Masyarakat adat secara tradisi terus berpegang pada nilai -nilai lokal yang diyakini kebenaran dan  kesakralannya serta menjadi pegangan hidup anggotanya yang diwariskan secara turun temurun.
Nilai-nilai tersebut saling berkaitan dalam sebuah sistem. Sebagai kesatuan hidup manusia, masyarakat adat memiliki nilai sosial-budaya yang dapat dikaji untuk dikembangkan dalam pembelajaran. Masyarakat adat sangat kental dengan budaya kesetiakawanan sosial dalam melakukan segala aktivitas hidupnya. Seperti yang terjadi pada suku Dayak  Meratus, Kalimantan Selatan.
Berkenaan dengan lingkungan, nilai luhur yang dapat dijadikan kajian dari sebuah masyarakat adat adalah kearifan lokal (local wisdom) dalam melakukan pengelolaan lingkungannya. Sebuah nilai penting yang dimiliki masyarakat adat dalam aktivitas yang berhubungan dengan eksplorasi dan eksploitasi alam. Nilai budaya yang berupa kearifan manusia dalam mengelola alam tersebutlah yang kemudian diyakini merupakan cara yang paling ampuh dalam mengelola alam. Salah satu wujud kecerdasan lokal masyarakat adat ditunjukkan dengan menjadikan hutan sebagai tempat yang dikeramatkan. Hutan dijaga dengan berbagai tabu yang berfungsi sebagai pengendali segala aktivitas manusia yang berhubungan dengan tempat tersebut. Ketaatan pada tabu yang diwariskan secara turun-temurun menjadikan hutan tetap lestari. Hutan bagi masyarakat adat merupakan simbol keberlangsungan kehidupannya.
Terlepas dari unsur mistis yang ada di dalamnya, pemahaman tentang nilai-nilai tersebut sangat penting dimiliki oleh peserta didik, kini dan masa yang akan datang. Oleh karena itu, nilai-nilai budaya masyarakat tradisional yang dikembangkan dalam konteks kekinian, sangat penting untuk dijadikan kajian dalam pembelajaran Geografi berkaitan dengan Pendidikan Lingkungan Hidup sehingga terinternalisasi pada diri peserta didik. Tentu setelah dikaji secara ilmiah, mengapa nilai-nilai tersebut harus diwarisi oleh mereka.
Nilai-nilai budaya lokal yang mulai terabaikan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini adalah sebuah isu penting untuk diangkat dalam pembelajaran Geografi pada Materi Lingkungan Hidup. Hal ini merupakan usaha untuk mencari solusi alternatif guna menyikapi dampak globalisasi yang makin merambah ke segala sendi kehidupan masyarakat di mana pun keberadaannya. Menghadapi globalisasi dengan segala dampaknya tertentu memerlukan berbagai pendekatan untuk menghadapinya. Dengan demikian segenap potensi yang dimiliki oleh sebuah bangsa harus dioptimalkan, termasuk kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat adat. “Sistem budaya lokal merupakan modal sosial (social capital) yang besar, telah tumbuh-berkembang secara turun-temurun yang hingga kini kuat berurat-berakar di masyarakat” (Hikmat, 2010: 169).
Susilo (2008: 161) mengatakan bahwa “penting untuk melembagakan kembali (reinstitusionalisasi) kearifan-kearifan lokal tradisional, karena ia membantu penyelamatan lingkungan”. Lingkungan hidup memang sedang mengalami degradasi sebagai dampak negatif dari lompatan petumbuhan jumlah penduduk yang tidak terkendali serta globalisasi. Ledakan penduduk menyebabkan kebutuhan akan ruang hidup semakin luas, sehingga berdampak terhadap pengurangan ruang hijau yang berupa hutan dan lahan pertanian karena dijadikan areal pemukiman. Jumlah populasi yang terus meningkat mengakibatkan peningkatan jumlah kebutuhan dan konsumsi sumber daya alam (SDA). Dalam beberapa kasus, luas hutan berkurang karena adanya kejahatan yang berupa illegal logging, tetapi pengurangan luas areal hutan juga tidak terlepas dari bertambahnya jumlah penduduk.
Selain menimbulkan dampak negatif berupa kerusakan alam (ekologis), globalisasi telah menimbulkan efek samping lain yang tidak diharapkan berupa pengikisan nilai-nilai luhur budaya bangsa, digantikan dengan budaya asing yang seringkali bertentangan dengan budaya yang dianut oleh peserta didik. Mereka lebih hafal dan akrab dengan budaya Barat dari pada budaya bangsanya sendiri. Kekaguman generasi muda terhadap budaya Barat terlihat dari berbagai bentuk imitasi yang dilakukan mulai dari cara berpakaian hingga pola tingkah laku yang sudah mendekati tradisi Barat tetapi sering mengabaikan makna yang terkandung di dalamnya. Hal ini merupakan bentuk ketidakmampuan individu masyarakat menghadapi dinamika sosial-budaya melalui proses belajar dari budaya asing baik akulturasi maupun asimilasi. Dalam konteks global, fenomena ini seolah merupakan tumbal sebuah zaman. Menurut Alma (2010: 143), “bagi Indonesia, masuknya nilai-nilai Barat yang menumpang arus globalisasi… merupakan ancaman bagi budaya asli yang mencitrakan lokalitas khas daerah-daerah di negeri ini”. Oleh karena itu, kerarifan local merupakan hal penting yang harus diwariskan kepada peserta didik sebagai generasi penerus bangsa.
Kearifan lokal menurut Atmodjo (1986: 37) merupakan kemampuan penyerapan kebudayaan asing yang datang secara selektif, artinya disesuaikan dengan suasana dan kondisi setempat. Kemampuan demikian sangat relevan dengan tujuan pembelajaran IPS, sebab dengan kemampuan tersebut akan menyebabkan peserta didik dapat memilih dan memilah budaya mana yang sesuai dengan karakteristik budaya sendiri. Kemampuan penyerapan kebudayaan asing yang datang secara selektif tentu memerlukan pengalaman langsung dari masyarakat sekitar tempat tinggalnya. Hal itu dapat dilakukan dengan menggunakan budaya masyarakat adat sebagai sumber belajar.
Peserta didik sebagai generasi penerus yang hidup dalam kurun sejarah lain dengan masalah-masalah yang berbeda, tentu tidak begitu saja akan menerima warisan itu. “Mereka akan melakukan pemilihan dan atau pengolahan kembali nilai-nilai yang diwariskan dan mengambil yang menurutnya paling cocok serta sesuai dengan kepentingan keselamatan dan kesejahteraan generasi berikut” (Saini, 2004: 27-28). Seleksi tersebut akan terjadi dengan baik melalui pembelajaran dengan menggunakan sumber belajar yang bermakna. Mutakin (2008: 74) mengatakan bahwa “atas dasar tersebut maka muncul pemaknaan bahwa kebudayaan merupakan learned behavior, yang berarti bahwa kebudayaan diperoleh seseorang individu harus dengan proses belajar”. Ini menunjukkan bahwa hanya dengan pembelajaranlah nilai-nilai budaya dapat diwariskan kepada peserta didik. Melalui pengalaman belajarnya, peserta didik akan mewarisi nilai luhur suatu budaya dan melembagakan nilai tersebut dalam dirinya. Melalui pengalaman belajar dari masyarakat, peserta didik dapat mencari, menemukan dan membangun pengetahuannya. Suatu proses yang sangat penting dalam pendidikan.
Berhubungan dengan lingkungan di mana di dalamnya hidup nilai-nilai budaya, Wahab (2008: 137) mengatakan, “siswa hidup dalam masyarakat dan karena itu siswa perlu mengenal kehidupan masyarakat”. Menurutnya, “salah satu hal yang dihadapi oleh anggota masyarakat adalah isu-isu sosial”. Berbagai permasalahan sosial tidak terlepas dari fenomena alam atau lingkungan fisik di mana masyarakat tersebut hidup dan berinteraksi. Oleh karena itu Sumaatmadja (2004: 18) mengatakan, “pengajaran IPS yang melupakan masyarakat sebagai sumber dan objeknya, merupakan suatu bidang pengetahuan yang tidak berpijak kepada kenyataan”. Sebagai contoh aplikatif, isu tentang global warming dapat dikaji mulai dari dimensi lokal yang berupa nilai budaya suatu masyarakat adat yang telah terbukti mampu menjaga kelestarian hutan. Kemudian isu tersebut dikembangkan dalam dimensi global berupa pencegahan terhadap pemanasan suhu bumi yang semakin meningkat. Mengadopsi pemikiran Naisbitt (1984: 91), pembelajaran ini mencoba melahirkan peserta didik yang memiliki kemampuan “think globally, act locally”.
Melalui proses pembelajaran, peserta didik belajar terhadap nilai-nilai budaya lokal dalam konteks kehidupan sehari-hari saat ini. Bila masyarakat adat memiliki kearifan terhadap lingkungan dengan mempertahankan hutan keramat, dalam aplikasi yang sederhana, peserta didik dapat belajar menjaga kelestarian alam sesusai dengan lingkungan yang mereka hadapi. Sehingga kebiasaan kecil tetapi penuh makna ini melembaga dalam diri peserta didik dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Pentingnya implementasi nilai-nilai budaya lokal dalam pembelajaran Geografi yang berkaitan dengan materi lingkungan hidup dapat dikaji dari filsafat pendidikan yang mendasarinya yaitu Perenialisme. Perenialisme memandang pendidikan sebagai proses yang sangat penting dalam pewarisan nilai budaya terhadap peserta didik. Nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat sangat penting ditransfromasikan dalam pendidikan, sehingga diketahui, deterima dan dapat dihayati oleh peserta didik. Perenialisme memandang bahwa masa lalu adalah sebuah mata rantai kehidupan umat manusia yang tidak mungkin diabaikan. Masa lalu adalah bagian penting dari perjalanan waktu manusia dan memiliki pengaruh kuat terhadap kejadian masa kini dan masa yang akan datang. Nilai-nilai yang lahir pada masa lalu adalah hal yang berharga untuk diwariskan kepada generasi muda.
Dalam pendidikan Geografi pada materi Lingkungan Hidup, transformasi budaya bukan berarti melakukan indoktrinasi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya melainkan mengkajinya secara logis, kritis dan analitis sehingga peserta didik mampu memecahkan masalah yang dihadapinya secara nyata. Pendidikan Geografi pada materi Lingkungan Hidup tidak dapat menafikan nilai-nilai yang berkembang pada masa lalu. Pendidikan IPS juga tidak dapat mengabaikan masa yang akan datang. Dengan demikian, Pendidikan Geografi pada materi Lingkungan Hidup harus mengakomodir segala kebutuhan peserta didik, baik pewarisan nilai budaya, pengembangan intelektual, serta mempersiapkan diri peserta didik untuk masa depan yang lebih baik.

    B.    Rumusan Masalah
   Ruman maslah dalam penelitian ini sebagai berikut: (1) Dalam melangsungkan upacara tradisional manugal memerlukan beberapa jenis peralatan dan bahan makanan sebagai sesaji atau hidangan, perangkat apa sajakah yang digunakan petani untuk mempersiapkan dan melaksanakan upacara tradisional manugal tersebut? (2) Dari persiapan sampai pelaksanaan upara tradisional manugal terdapat beberapa tahap kegiatan, bagaimana bentuk proses kegiatan pelaksanaan upacara tradisional manugal tersebut dilangsungkan? (3) Sebagai mana ciri masyarakat petani dipedesaan umumnya bersifat paguyuban, bagaimana bentuk-bentuk kebersamaan dan kegotong royongan petani desa kiyu berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan pertanian? (4) Nilai-nilai apa yang dapat di ajarkan kepada siswa dalam acara manugal pada materi lingkungan hidup pada mata pelajaran Geografi?

   C. Pembatasan atau Fokos penelitian
    Agar Penelitian ini mengarah pada tujuan yang telah ditetapkan semula, maka penelitian ini dikendalikan dengan fokos penelitian sebagai berikut: (1) Berfokos pada perangkat-perangkat yang digunakan para petani untuk mempersiapkan dan melaksanakan upacara tradisional Manugal. (3) Berfokus pada persiapan dan pelaksanaan upacara tradisional Manugal dan beberapa tahap kegiatan proses berlangsungnya upacara tersebut. (4) Berfokus pada bentuk-bentuk kegiatan kebersamaan dan gotong kegotongroyongan petani berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan pertanian. (5) Berfokus kepada nilai-nilai yang dapat diajarkan kepada siswa dalam upacara  manugal pada materi lingkungan hidup pada mata pelajaran Geografi.

D. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: (1) Ingin mendiskripsikan perangkat yang digunakan petani desa kiyu dalam mempersiapkan dan melaksanakan upacara Manugal di daerah penelitian, (2) Ingin menggambarkan bentuk-bentuk proses kegiatan pelaksanaan uapacara tradisional Manugal  tersebut dilapangan, (3) Ingin mengidentifikasi bentuk-bentuk kebersamaan dan kegotong royongan petani desa kiyu berkaitan dengan kegiatan pertanian, (4) Ingin mengatahui nilai-nilai yang dapat diajarkan kepada siswa dalam upacara Manugal  pada materi lingkungan hidup pada mata pelajaran Geografi. 



BAB II

KAJIAN  PUSTAKA

A.    Kearifan Lingkungan Pegunungan Meratus
Ekosistem Meratus merupakan kawasan pegunungan yang membelah Provinsi Kalimantan Selatan menjadi dua, membentang sepanjang ± 600 km² dari arah tenggara dan membelok ke arah utara hingga perbatasan Kalimantan Timur. Secara geografis kawasan Pegunungan Meratus terletak di antara 115°38’00" hingga 115°52’00" Bujur Timur dan 2°28’00" hingga 20°54’00" Lintang Selatan. Pegunungan ini menjadi bagian dari 8 kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan yaitu: Hulu Sungai Tengah (HST), Hulu Sungai Utara (HSU), Hulu Sungai Selatan (HSS), Tabalong, Kotabaru, Tanah Laut, Banjar dan Tapin. Pegunungan Meratus merupakan kawasan berhutan yang bisa dikelompokkan sebagai hutan pegunungan rendah. Kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dengan beberapa vegetasi dominan, antara lain: Meranti Putih (Shorea spp), Meranti Merah (Shorea spp), Agathis (Agathis spp), Kanari (Canarium dan Diculatum BI),Nyatoh (Palaquium spp), Medang (Litsea sp), Durian (Durio sp) Gerunggang (Crotoxylon arborescen BI), Kempas (Koompassia sp), Belatung (Quercus sp).Kedudukan kawasan hutan yang menjadi hulu sebagian besar Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadikan kawasan ini sangat penting bagi Provinsi Kalimantan Selatan sebagai kawasan resapan air,  di sisi lain kondisi kelerengan lahan yang cukup terjal dan jenis tanah yang peka erosi menjadikannya memiliki nilai kerentanan (fragility) yang tinggi. Dengan berbagai pertimbangan di atas dan juga fungsi kenyamanan lingkungan (amenities) bagi masyarakat di bagian hilir, maka penutupan hutan merupakan satu- satunya pilihan, sehingga kawasan hutan Pegunungan Meratus harus dipertahankan sebagai hutan lindung dan dijauhkan dari perusakan.Berdasarkan tipe penutupan lahan kawasan Pegunungan Meratus dapat dibagi menjadi tiga, yaitu (1) Hutan Dataran Tinggi (+11.345 ha), (2) Hutan Pegunungan (+26.345 ha) dan (3) Lahan Kering tidak Produktif (+8.310 ha). Sedangkan berdasarkan pengamatan okuler, sebagian besar tataguna lahan di sekitar hutan lindung Pegunungan Meratus adalah areal perladangan, hutan sekunder hingga semak belukar serta perkebunan rakyat.

B.    Profil Masyarakat Dayak Meratus Kiyu
Dayak kiyu yang berdomisili di pegunungan Meratus di kaki Gunung Taniti  Ranggang.Di sebelah timur halat (batas) desa kiyu dengan desa Juhu.Di sebelah barat halat (batas) dengan desa Hinas Kiri.Di sebelah selatan halat (batas) dengan desa sumbai dan desa Batu Perahu. Disebelah utara halat (batas) dengan desa Mangkiling. Dayak kiyu mayoritas penduduknya beragama kaharingan dan seluruh penduduk asli kampung tersebut. Kepercayaan yang dimiliki Masyarakat kampung kiyu cenderung kepercayaan akan roh nenek moyang karena ini merupakan kepercayaan yang turun tenurun, terus-menerus melaksanakan  ritual dan masyarakat percaya bahwa roh nenek moyang dan keluarga mereka tinggal di pohon-pohon besar di hutan. Posisi rungku (rumah) Masyarakat kiyu berkelompok di tepi sungai Pang Hiki.Latar belakang terjadinya kampung  Kiyu. Suatu hari ada beberapa warga yang ingin mencari iwak (ikan) saat itu mereka  kalau ingin mendapatkan iwak dengan cara  Maliyu dan Manabat sungai (membandung sungai) dengan mengalihkan /memindahkan air sungai ke seluran yang sudah mereka sediakan. Cara ini mereka lakukan agar mendapat ikan yang lebih banyak. Dari sebutan Maliyu lah mereka memberi nama ‘KIYU. Di sebelah kiri ada sungai hulu kiyu dan di sebelah  kanan ada sungai Panghiki. Diantara kedua belah sungai itu mereka menyebut  Murung kiyu (kampung). Dari dua  kata  MALIYU dan MURUNG  inilah mereka memberi nama dengan sebutan ‘KAMPUNG KIYU’. (1)Luas wilayah desa kiyu: 7,632.48 hektar  (2)Jumlah  penduduk laki-laki: 83 jiwa (3) Jumlah penduduk perampuan : 78 jiwa  (4)Jumlah  umbun (kk) : 42 jiwa Struktur Kelambagaan  Masyarakat  Kiyu, yaitu Kepala Adat  dan  Kepala  Balai, Kepala Adat, merangkap menjadi penghulu (untuk menikahkan) sekaligus juga  untuk permasalahan yang menyangkut adat istiadat, seperti menantukan Aruh (pesta adat). Kepala Balai, biasanya tinggal di Balai (rumah adat) dan juga bertugas sebagai pemimpin acara ritual (Aruh) dan dalam adat Dayak Meratus  pimpinan  acara Aruh disebut BALIAN (merupakan orang yang dipercaya untuk memimpin acara Aruh).
Manty yaitu, jabatan yang dipegang oleh warga dayak meratus yang berfungsi sebagai untuk mengetahui di bidang pemerintahan.
Pang Irak yaitu, jabatan yang dipegang oleh warga dayak meratus bertugas untuk mengelola masyarakat adat dan mecakup semua urusan-urusan yang ada di dalam masyarakat adat tersebut.
Kepala Padang yaitu, jabatan yang dipegang oleh warga dayak meratus bertugas untuk mengetahui seluruh kawasan atau wilayah kekuasaan masyarakat adat kampung kiyu dan mengetahui halat-halat (batas), Munjal (bukit) dan Lambak (lembah) yang menjadi warisan masyarakat yang satu dengan lain di dalam kampung tersebut.
Hukum AdatHukum adat yaitu, kebiasaan–kebiasaan yang terjadi dalam  masyarakat yang dilakukan secara terus menerus dan akhirnya menjadi sebuah peraturan dalam masyarakat itu sendiri. Hukum adat suku dayak kiyu masih lekat dalam tata cara hidupnya sehari-hari tanpa melupakan Hukum Nasional, seperti Hukum Waris, Hukum  Pertanahan, Hukum Perkawinan yang berdasarkan kebiasaan masa lampau dari leluhur yang menjadi aturan-aturan hidup di Desa Kiyu.Warisan leluhur ini menjadi budaya bagi mereka dan tetap di pertahankan sampai sekarang. 
Sangsi-sangsi, yaitu sangsi yang merupakan tebusan  atau bayaran kesalahan bagi yang melanggar peraturan hukum adat kiyu. Yang berupa; Tahil, Denda dan bayar Pitutuh. Sangsi ini bisanya pelanggaran pencurian, penebangan pohon tanpa ijin, pencamaran nama baik, pengambilan hak waris dan pemerkosaan.
Upacara  AdatMasyarakat adat kiyu memiliki ritual upacara adat yang secara turun menurun dan terus-menerus dilakukan. Upacara ini sendiri merupakan tradisi yang mengandung nilai budaya yang tinggi mereka warisi dari nenek moyang. Salahsatunya ketika Bahuma atau berladang merupakan kegiatan utama masyarakat kiyu.Aktivitas ini menjadi identitas masyarakat kiyu, upacara ritual adat ini tidak selalu berkaitan dengan Bahuma. Puncak dari tradisi ritual Bahuma adalah aruh ganal (aruh besar), yakni pesta adat berupa syukuran atau selamatan yang dilakukan  di balai (rumah adat). Aruh ganal disebut juga  Bwanang Banih Halin atau upacara Mahanyari banih beras. Artinya ,melakukan acara selamatan karena terpenuhi hajat mendapat hasil padi yang baik selama bahuma tidak mendapat musibah. Basambu, merupakan ritual masyarakat desa kiyu untuk menyembut padi yang sudah berubah untuk meminta pertolongan  pada leluhur agar padi tumbuh baik dan dihindarkan dari gagal panen. Acara ini di laksanakan di dalam balai dan di lakukan oleh beberapa orang balian, dilaksanakan selama 1-3 malam pada akhir  bulan maret ke awal bulan april.  Aruh Bawanang, (mahanyari), dilakukan dalam rangka menyembut panen banih (padi) dan baru bisa dilaksanakan setelah seluruh tandun/umbun (kelompok kepala keluarga) setelah selesai panen padinya. Upacara aruh ini biasanya dilaksanakan pada bulan juni selama 3-5 malam di balai adat kiyu. Aruh ganal (penutup), merupakan aruh terakhir dan paling besar, biasanya dilaksanakan sampai 7 hari 7 malam di dalam balai, upacara ini di katakan pesta panen. Setelah selesai mengatam banih (menuai padi) berat dan waktunya ditentukan oleh Tatuha balai (pimpinan balai). Aruh ini biasanya dilaksanakan dalam kelender Masehi jatuh pada bulan september.
KesenianKesenian atau tari masyarakat adat kiyu yaitu; Tari Bangsai,tari Kanjar dan tari Gintur. Tarian-tarian ini biasanya dilakukan pada saat upacara adat yaitu;  aruh adat (pesta adat), tari ini dilakukan pada awal atau pada pembukaan acara adat akan dilaksanakan, yang  di tarikan oleh orang tua maupun anak muda. Bahkan bagi para undangan pun diperbolehkan ikut mempertunjukakan kelincahannya dalam melantunkan tarian tersebut.
Mata PencaharianSebagian besar mata pecaharian masyarakat kiyu bersifat homogen seperti bertani. Setiap pagi masyarakat kiyu pergi ke huma (ladang) dan manugal, kemudian menjelang sore hari baru mereka kembali pulang, tetapi ada sebagian yang tinggal menetap di huma (ladang) selama masa tanam. Huma biasanya berjarak 3-5 km dari pemukiaman atau kampung,  kebanyakan di desa kiyu semua anggota keluarga ikut andil melakukan pekerjaan bahuma. Hasil pertaniannya tidak untuk di jual tetapi untuk dikonsumsi sendiri, hasil panen di simpan di kindai (lumbung) sebagai persediaan bahan makanan. Selain bertani untuk kebutuhan hidup masyarakat kiyu memamfaatkan potensi HHNK (hasil hutan non kayu) seperti;  kemiri, madu, bamban, rotan, sarang semut dan getah damar, yang tanpa merusak tatan hukum adat. Usaha komersial yaitu; berkebun kacang tanah, pisang, cabe rawit, bibit meranti dan karet.

         A.    Upacara Aruh Ganal

Suku Dayak Meratus menyelenggarakan upacara syukuran adat yang dinamakan Aruh Ganal yang dilaksanakan pada setiap tahun. Tradisi ini dilaksanakan setiap pertengahan tahun setelah musim panen raya padi tiba, sekitar bulan Juli hingga Agustus, bagi suku Dayak Meratus, ritual ini diyakini dapat menjauhkan mereka dari bencana gagal panen. Melalui ritual inilah, mereka juga memohon kepada Sang Pencipta agar di musim tanam berikutnya, tanaman mereka terhindar dari hama penyakit dan memperoleh hasil panen yang melimpah. 
Bagi suku Dayak Meratus, pelaksanaan tradisi ini memiliki arti penting. Begitu kuatnya kepercayaan mereka terhadap arti tradisi ini, jauh hari sebelum tradisi dilaksanakan, segala kebutuhan tradisi telah disiapkan, di dalam sebuah balai adat yang bentuknya seperti rumah panggung, tempat dimana mereka merencanakan rangkaian acara tradisi. Para sesepuh adat mengawalinya dengan menentukan hari pelaksanaan tradisi. Biasanya, awal bulan di pertengahan tahun selalu menjadi pilihan waktu pelaksanaan tradisi, mereka percaya jika Aruh Ganal digelar pada awal bulan, jumlah hasil panen di tahun berikutnya akan semakin melimpah, itulah kepercayaan suku Dayak Meratus yang sejak dulu hingga kini masih dilaksanakan. Tradisi Aruh Ganal biasanya dilaksanakan selama 5 hingga 12 hari. Penentuan itu berdasarkan pada jumlah hasil panen yang mereka peroleh selama satu tahun. Jika hasil panen di tahun ini melimpah, tradisi dilaksanakan hingga 12 hari. Namun jika jumlah panen dinilai tidak terlalu banyak jika dibandingkan hasil tahun sebelumnya, Aruh Ganal hanya dilaksanakan selama 5 hari berturut-turut. Bahkan jika jumlah panen mereka hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, tradisi ini dilaksanakan hanya dalam 1 hari 1 malam saja. Setelah hari baik ditentukan, suku Dayak Meratus mulai mempersiapkan kebutuhan tradisi satu hari sebelum Aruh Ganal dilaksanakan. Kaum wanita bertugas mempersiapkan hidangan untuk para peserta ritual dan tamu undangan, seperti memasak lamang. Lamang merupakan beras ketan yang telah dicampur santan kemudian dimasukkan ke dalam buluh bambu dan dibakar hingga matang. Sementara kaum lelaki, menghias Balai Adat dengan berbagai jenis bunga dan janur kelapa. Nantinya, di Balai Adat inilah, tradisi Aruh Ganal dilaksanakan. Tak terlewatkan, mereka juga mengundang suku Dayak dari kampung lain dan para pejabat pemerintah setempat untuk hadir dalam upacara adat Aruh Ganal. Ketika hari tradisi Aruh Ganal tiba, semua warga Dayak Meratus beserta tamu undangan berkumpul di Balai Adat di desa Kiyu. Saat pelaksanaan tradisi, tidak ada satupun warga Dayak Meratus yang umumnya petani bekerja di ladang. Secara khusus, mereka membuat hari itu sebagai hari libur untuk bekerja. Jika tradisi ini dilaksanakan selama beberapa hari, dalam beberapa hari itu pula, suku Dayak Maratus menjadikannya sebagai hari libur. Biasanya, rangkaian tradisi Aruh Ganal dimulai ketika hari menjelang malam. Dalam tradisi ini, yang menjadi pemimpin yakni Damang, sebutan bagi ketua adat kampung Dayak Meratus. Ketika Damang membaca mantera dan membakar kemenyan, tradisi Aruh Ganal pun dimulai. Dalam bahasa Dayak, para peserta tradisi membaca doa kepada Sang Pencipta. Tepat di tengah Balai Adat terdapat sesaji yang khusus dijadikan persembahan kepada leluhur desa. Setelah berdoa, Damang mulai melakukan ritual pemanggilan roh para leluhur. Suara tabuhan gendang yang dimainkan oleh empat orang wanita Dayak menjadi media pemanggilan roh. Ketika beberapa orang warga Dayak Meratus tampak tidak sadarkan diri, saat itulah roh leluhur diyakini masuk ke dalam tubuh mereka. Tanpa ada yang memerintah, mereka berdiri dan menari mengelilingi sesaji yang diletakkan di tengah Balai Adat. Seperti memperoleh kekuatan supranatural, mereka menari tanpa henti hingga hari menjelang pagi. Sementara mereka menari, Damang beserta peserta tradisi yang lainnya membaca doa tanpa henti hingga malam berganti pagi. Setelah matahari terbit, Damang kembali membakar kemenyan dan membaca mantera. Dengan bantuan Damang itulah, beberapa peserta tradisi yang malam sebelumnya kerasukan roh leluhur, kembali sadar. Ketika itu, warga Dayak percaya, roh leluhur telah hadir dan ikut dalam pesta Aruh Ganal. Acara tradisi kemudian dilanjutkan dengan makan bersama. Menu utama dalam tradisi ini yakni Lamang atau nasi ketan berbungkus buluh bambu yang telah disiapkan sebelumnya. Tanpa ada perbedaan status sosial, setiap peserta tradisi memperoleh lamang dalam jumlah yang sama. Tanpa membedakan berapa hari tradisi Aruh Ganal dilaksanakan, berdoa, menari, serta makan bersama menjadi rangkaian acara yang rutin dilaksanakan mulai dari hari pertama tradisi hingga tradisi ini usai. Jika tradisi ini dilaksanakan selama 5 hari, suku Dayak Meratus merayakannya selama 5 hari 5 malam tanpa henti. Begitu juga ketika tradisi Aruh Ganal ini berlangsung selama 12 hari. Ketika hari tradisi telah mencapai hari terakhir, ritual Aruh Ganal diakhiri dengan acara pemberian sedekah. Ketika hari tradisi Aruh Ganal usai, suku Dayak Meratus memberikan beberapa bagian dari hasil panen yang telah mereka peroleh kepada warga dari kampung lain. Tidak ada ketentuan khusus, berapa bagian yang harus diberikan, tergantung pada keikhlasan dari warga Meratus sendiri. Bagi suku Dayak Meratus, tradisi ini bukan hanya sebagai perayaan syukur, melainkan juga simbol mempererat persaudaraan dan saling berbagi kepada sesama. Keesokan hari, setelah pelaksanaan tradisi Aruh Ganal usai, warga Dayak Meratus kembali melaksanakan akifitas keseharian mereka seperti biasa yakni berladang dan berburu di hutan. Masyarakat Suku Dayak yang tinggal di kawasan Pegunungan Meratus, yang merupakan bagian dari penduduk asli Kalimantan Selatan, terus mempertahankan cara bertani mereka yang memperhatikan lingkungan.Cara bertani komunitas masyarakat adat terasing di kawasan Meratus Kalsel ini, selain sarat dengan nuansa ritual, mereka sangat menghormati  kelestarian lingkungan.Oleh karena itu, kata seorang tokoh Dayak, kurang tepat kalau ada pihak yang menuduh  masyarakat adat Dayak sebagai perusak lingkungan, seperti munculnya kabut asap sebagaimana terjadi beberapa tahun belakangan. Memang komunitas dayak, yang oleh warga daerah hulu sungai atau "Banua Anam" Kalsel disebut orang bukit itu pada tempo dulu  merupakan peladang berpindah,  dulu selalu menebang hutan dan membakarnya untuk menyiapkan lahan untuk berladang. Mereka melakukan kegiatan itu untuk keperluan "manugal" atau menanam padi di lahan kering. Namun sebagaimana, kata tokoh dayak di Harunyan, Kecamatan Hantakan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalsel, itu, perputaran dalam sistem perladangan berpindah yang dilakukan pendahulunya itu minimal memakan waktu sekitar 15 tahun."Dengan kurun waktu 15 tahun atau lebih itu, bekas perladangan tersebut bisa menghutan kembali. Karena seiring manugal’,adat mengharuskan masyarakat menanam bibit pohon sebagai pengganti hutan yang ditebang,"ujarnya Pepohonan tersebut berupa pohon yang bisa besar dan daunnya rimbun, seperti meranti dan ramin.Pada umumnya. penanaman pepohonan jenis kayu hutan itu bercampur dengan tananam yang menghasilkan buah, seperti durian, kemiri, dan pohon langsat. Kelak, hasil hutan itu bisa berguna bagi generasi mendatang, ada pula yang menjadikan bekas ladang itu sebagai kebun karet, yang penanamannya bersamaan saat menugal atau saat lahan masih bersih dan sehabis panen padi.Mengenai pembakaran lahan untuk persiapan berladang, warga Dayak tidak sembarangan. Sebelum melakukan pembakaran pepohonan yang mereka tebang, terlebih dahulu melakukan penumpukan dan membuat sekat-sekat agar api tidak menjalar ke lain tempat. Selain itu, sebelum melakukan pembakaran lahan, warga Dayak meratus terlebih dahulu memperhitungkan waktu tibanya musim penghujan."Pada menjelang musim penghujan tersebut, mereka melakukan pembakaran, sehingga kabut asap tidak menyebar ke mana-mana," Untuk memperkirakan musim penghujan bakal tiba, mereka melihat tanda-tanda alam, seperti letak bintang "haur bilah" (empat bintang dengan bentuk posisi seperti layang-layang) serta fenomena alam lainnya, antara lain sarang laba-laba dan pohon lurus (sungkai). Dayak Meratus memiliki tradisi yang disebut "wanang" atau bawanang",  tradisi bersifat ritual berupa acara selamatan untuk memohon dan menyatakan syukur kepada Sang yang, yang menguasai dan mengatur alam semesta, sebagai  contoh, sebelum "manugal", mereka terlebih dahulu mengadakan acara selamatan yang disebut "wanang umang",selamatan sebelum benih padi dimasukan ke dalam lubang. Kemudian menjelang panen, mereka terlebih dahulu mengadakan "wanang sambu", selamatan untuk memulai panen. Ketika selesai panen dan padinya sudah masuk dalam "lulung",lumbung terbuat dari kulit kayu tahan hujan, mereka kembali mengadakan acara selamatan yang disebut "aruh ganal" (pesta besar) sejak tempo dulu, masyarakat Dayak Meratus tak akan menikmati hasil panen pada tahun tersebut kecuali sesudah mengadakan selamatan.Acara "bawanang" dipimpin seorang tokoh masyarakat Dayak yang memiliki ilmu tinggi dari kepercayaan mereka, yaitu pemuka agama yang disebut "balian"dan pelaksanaan kegiatan tersebut secara gotong-royong. Pada acara "bawanang" selalu tak ketinggalan jenis makanan berupa "lamang", nasi ketan bakar dalam bumbung bambuManugal sebutan warga Dayak Pegunungan Meratus Kalimantan Selatan untuk bertani di lahan kering atau gunung, manugal bisa jadi sebuah proses dalam penanaman padi ala Dayak tersebut. Seperti dalam proses bertani, yaitu laki-laki menugal (melubangkan lahan untuk benih) dan perempuan memasukkan benih padi ke lubang tugal dengan jarak tanam 20cm x 20cm, dimana setiap lubang diisi 5-7 benih. Lubang tugal tidak ditutup, dibiarkan terbuka, tapi lama kelamaan lubang itu dengan sendirinya akan tertutup oleh tanah akibat aliran air hujan pada permukaan tanah. Sebelum menanam, katanya dilakukan ritual, yaitu membakar dupa yang dibawa mengelilingi lahan yang akan ditanami sebanyak tiga kali sambil membaca mantra yang isinya adalah doa dan permohonan kepada Yang Maha Kuasa agar hasil padi melimpah dan dapat dinikmati oleh seluruh anggota keluarga. Varietas padi di komunitas petani Dayak Meratus sangat tinggi, tercatat minimal 28 varietas padi, baik padi biasa maupun padi pulut (lakatan), Orang Dayak telah melestarikan berbagai varietas padi secara turun temurun karena itu lingkungan alam Dayak telah menjadi bank gen (gene pool) untuk berbagai varietas padi yang sangat penting dilestarikan karena diperlukan dalam rangka pemuliaan padi yang lebih unggul yang diperlukan manusia. Selain padi, orang Dayak juga menanam berbagai jenis palawija dan tanaman tahunan yang menunjang kehidupan mereka. Beberapa varietas padi yang ditanam orang Dayak diantaranya Sabai, Tampiko, Buyung, Uluran, Salak, Kanjangah, Kihung, Kalapa, Uluran, Kunyit, Briwit, dan Sabuk. Selain padi biasa, juga ditanam padi pulut atau lakatan yaitu jenis Kariwaya, Kalatan, Harang, Samad dan Saluang. Di antara berbagai varietas padi itu, Buyung dan Arai adalah yang paling digemari karena wangi dan enak rasanya. Semua padi yang ditanam adalah varietas lokal, umur panen enam bulan. Bersamaan dengan penanaman padi itu, juga ditanam berbagai jenis palawija seperti singkong atau disebut gumbili, lombok, timun, labuh, kacang panjang, berbagai jenis pisang, keladi, yang kesemuanya itu menjadi makanan tambahan. Sedangkan tanaman tahunan seperti karet, kemiri dan kayu manis ditanam pada areal yang terpisah dengan penanaman padi dan palawija. Dan di tengah hamparan padi itu mereka juga menanam Kembang habang dan Kembang kuning (Celosia sp, famili Amaranthaceae) yang nantinya menjadi syarat untuk berbagai acara adat seperti Besambu, Mahanyari, Aruh Ganal, Aruh Bawanang, semuanya perlu Kembang itu. Kembang habang dan Kembang kuning adalah kembang yang diizinkan oleh Dato Adam untuk dipakai dalam acara acara adat agama Kaharingan, menurut kepala adat, petani warga Dayak ketika berkisah di suatu malam di pehumaannnya di Gunung Nunungin. Bulan ketiga dari penanaman, yaitu sekitar bulan Januari dilakukan penyiangan rumput dan gulma pengganggu tanaman padi. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut atau memotong rumput dengan parang. Bulan Februari, ketika padi berumur 3-4 bulan, mulai keluar buah atau malai dan ini disambut dengan suka cita oleh mereka, dianggap berkah dan harus disambut dengan ritual, layaknya menyambut kelahiran bayi yang sangat dinantikan. Acara meyambut keluarnya buah padi disebut Besambu atau Sambu Uma, artinya menyambut keluarnya buah dan malai padi. Ketika padi mengeluarkan malai, maka ada beberapa pantangan bagi si pemilik padi yaitu tidak boleh memotong kayu hidup, tidak boleh memetik daun dan tidak boleh masuk hutan. Pada saat itu diadakan acara adat yang disebut Aruh Adat Besambu di Balai Adat. Pada acara itu, ayam dan babi dipotong, lemang dibuat, dan Kembang habang dan kuning dipersembahkan, memohon kepada Yang Maha Kuasa agar padi berbuah lebat dan selamat sampai dapat dipanen untuk menghidupi keluarga. Setelah lahan disiangi, dan adat Besambu telah dilaksanakan, kini tinggal menunggu padi menguning dan setelah enam bulan, buliran buliran mulai menguning, malai menunduk semakin dalam pertanda padi berisi penuh, dan suka cita bagi petani Dayak, pertanda panen tahun ini berhasil, berkah dari Yang Maha Kuasa. Ketika padi berumur 4-5 bulan, yaitu pada bulan Maret-April, malai mulai menguning, namun belum matang. Saatnya untuk acara adat Bawawar, yaitu selamatan di ladang, menyambut padi yang mulai menguning itu. Pada acara itu, daun aren, Kembang habang dan Kembang kuning serta berbagai sesajen dipersembahkan kepada penguasa alam semesta agar padi yang mulai menguning itu selamat sampai dapat dipanen. Mahanyari  terjadi Bulan April dan Mei, saatnya panen. Sebelum panen, dilakukan acara adat yaitu Mahanyari yang secara harfiah Mahanyari (hanyar baru) artinya memulai panen padi pada tahun itu. Suatu ungkapan rasa syukur yang mendalam atas melimpahnya panen tahun ini serta permohonan agar diberi keselamatan. Mahanyari dilakukan secara berkelompok atau secara idividu setiap keluarga. Mahanyari yang dilakukan secara berkelompok dan dilakukan di Balai Adat disebut Aruh. Pada acara Mahanyari disediakan berbagai sesajen yang akan dibawa ke pehumaan di Tihang Bekambang (tiang bambu kuning yang dihiasi Kembang dan dedaunan) yang telah disiapkan. Tihang bekambang terdiri dari tiang berupa bambu kuning, bagian paling atas melambangkan huruf atau kepala manusia yang disebut songkol. Di bawah songkol terdapat daun sejenis palem yang disebut daun Risi dan ditambah Kembang habang. Di bagian tengah Tihang Bekambang terdapat papan bundar berdiameter sekitar 70 cm tempat menyimpan berbagai sesajian disebut Dulang Campan yang melambangkan Bumi. Sesajian yang disimpan di atas Dulang Campan terdiri dari darah ayam dengan wadah tempurung kelapa, wajit, minyak kelapa, dodol ketan, darah ayam, dan air kunyit. Gulungan daun terep (Artocarpus sp), sejenis sukun hutan yang di dalamnya terdapat daun mada, daun risi, buah merah yang disebut hibak, daun ribu ribu, daun binturung, daun buluh, daun sirih benaik, dan daun singgae singgae. Balian (dukun) memulainya dengan membaca mantra berupa doa bertutur yang pada dasarnya adalah doa dan pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkah panen padi yang diberikan. Ayam dipotong di bawah Dulang Campan, yang dipersembahkan kepada Yang Maha Kuasa dimana darahnya dikucurkan dibawah Tihang Bekambang di tanah dan di tiang bambu kuning. Selanjutnya ayam yang telah dipotong itu dibawa ke pondok untuk dimasak dan dimakan bersama kerabat dan tetangga. Setelah itu Balian membawa berbagai bahan sesajian dan gulungan daun terep yang berisi bermacam daun lain seperti tersebut di atas ke pondok pehumaan dan disimpan di dekat lumbung padi. Selanjutnya para tetua kampung dan Balian membaca mantra-mantra yang isinya adalah rasa syukur dan permohonan keselamatan pada pemilik semesta atas berkah dan panen padi yang melimpah dan dapat dimakan oleh anggota keluarga dengan selamat. Setelah itu dilakukan pembagian lemang, makanan khas Dayak. Lamang adalah beras ketan yang dicampur santan dan garam yang dimasukkan ke dalam bambu kemudian dibakar menggunakan kayu sekitar 2,5 jam. Beras ketan (lakatan) yang digunakan sebagai bahan lamang adalah hasil panen padi yang baru dilakukan sebagai simbol bahwa hasil panen tahun itu telah dapat dinikmati. Selanjutnya adalah acara makan bersama dengan menu berupa nasi yang disimpan dipiring, sayur ayam, sayur labuh. Setiap yang hadir harus mencicipi makanan yang disediakan oleh tuan rumah. Nasi yang dihidangkan berupa nasi putih dari padi yang baru saja dipanen. Acara Mahanyari adalah ungkapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa dan acara berbagi makanan kepada para kerabat dan tetangga. Selanjutnya adalah acara terakhir dari Mahanyari itu, yaitu penutupan oleh Balian dihadiri tetua kampung dan kepala keluarga. Acara penutupan biasanya di sajikan sesajian dan makanan berupa wajit, darah ayam kampung yang disimpan di tempurung, sagu, hanyangan, sumur Salaka (gelas berisi minuman warna coklat, dan hijau), sumur minyak, telur ayam kampung, belacu dan tumpi, menyan, karangan pandan, pisang, minyak kelapa yang disebut sumur minyak, kandutan atau andungan yang disebut buta atau wadah keranjang terbuat dari anyaman bambu. Balian dan tetua membaca mantra berupa kalimat-kalimat bertutur saling berbalas diantara tetua adat dan Balian, dan acara ini dilakukan selama kurang lebih 30 menit. Para anggota keluarga dan kerabat dekat menengadahkan tangan di depan Balian untuk menerima semacam “air berkah” dari karangan daun pandan dan diusapkan secara berulang oleh Balian kepada anggota keluarga dan kerabat dekat tuan rumah, simbol keberkahan. Setelah acara Mahanyari, padi dipanen semuanya. Berbeda halnya ketika menugal dan menanam padi yang dilakukan secara gotong royong, panen dilakukan sendiri oleh keluarga yang bersangkutan. Orang Dayak menggunakan kumpai (bambu kecil bulat yang sisinya ditajamkan), dan ranggaman (anai-anai) untuk memanen padi. Bagi Dayak Meratus, memanen padi lahan kering harus menggunakan kedua alat tradisional itu, kecuali padi sawah. Penggunaan sabit dan mesin perontok gabah tidak diperbolehkan, dianggap pemali dan tabu, dan apabila pemali itu dilanggar, akan menyebabkan sakit. Hari pertama panen harus dilakukan oleh perempuan yang sudah berkeluarga, yaitu ibu rumah tangga dari keluarga itu. Hari kedua dan seterusnya perempuan gadis dapat membantu. Keterlibatan laki-laki diperbolehkan mulai hari keempat dan seterusnya sampai panen selesai. Perempuan yang sedang haid tidak diperbolehkan memanen padi, dan kondisi itu juga berlaku ketika menanam, perempuan yang sedang haid tidak diperkenankan menanam jenis tanaman apapun termasuk padi. Padi yang telah dipanen kemudian dibawa ke pondok, dikeringkan lalu dirontokkan pakai kaki yaitu dengan cara diinjak injak dan digulung gulung sehingga gabah rontok dari malainya. Selanjutnya gabah dikeringkan, lalu dimasukkan ke Lulung. Lulung ini terbuat dari kulit kayu meranti putih berdiameter besar lebih 1 meter yang dikupas dibuat melingkar. Selanjutnya lulung disimpan di lumbung padi yang disebut Lampau. Agar gabah tidak diserang serangga perusak, mereka menggunakan bahan tradisional, yaitu daun tumbuhan sungkai (Veronema canescen) dipotong kecil-kecil kemudian dikeringkan lalu dicampurkan kedalam gabah yang disimpan pada lulung. Dengan campuran daun sungkai itu, gabah tahan disimpan beberapa tahun, tidak dimakan dan dirusak serangga. Orang Dayak memiliki persediaan padi yang melimpah. Beberapa keluarga Dayak bahkan memiliki persediaan padi yang disimpan 5-7 tahun yang lalu. Padi yang baru dipanen setelah acara Mahanyari dan telah dimakan untuk pertama kali sebagi simbol bahwa hasil panen padi tahun ini telah dapat dinikmati, disimpan di lumbung, dan yang dikonsumsi sehari hari adalah padi yang dipanen beberapa tahun yang lalu. Suatu pembelajaran mengenai sistem ketahanan pangan. Dayak memiliki ketahanan pangan yang tinggi, sehingga ucapan Pak Imar : “kami tidak memiliki banyak uang, tapi kami sugih banih/padi”, adalah benar adanya. Dayak Meratus sangat jarang menjual beras, lebih baik disimpan bertahun tahun, padi dianggap sakral. Namun demikian orang Dayak sangat ramah dan suka memberi beras terlebih ketika selesai menghadiri acara Mahanyari dan Aruh, pasti kami dibekali beras dan lamang, yang diberikan oleh orang Dayak dengan tulus. 



PENELITIAN GEOGRAFI TRANSPORTASI



Kajian Terhadap Pergerakan
Penumpang, Barang, Maskapai Penerbangan dan Profil Bandara Syamsudin Noor
Oleh; Muhammad Efendi

     A. Latar Belakang
Perguruan Tinggi merupakan pusat pendidikan formal yang berkwajiban memberikan pengetahuan khusus kepada para mahasiswa sesuai dengan program studi yang diambilnya  dan sebagai salah satu cara menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa. Maka perlu adanya sebuah kegiatan pendidikan langsung di lapangan sebagai objek, untuk itu perlulah diadakan Penelitian Secara Langsung. 
Sebagai mana telah kita ketahui bersaman, bahwa Bandara Syamsudin Noor statusnya sudah di rubah menjadi Bandara Internasional  yang melayani penerbangan Internasional dari penerbangan Haji, bandara ini juga di perkuat dengan sistem pengamanan yang berstandar dan di lengkapi fasilitas-fasilitas penunjang lainnya, sebagai pusat transportasi udara bandara ini juga melayani pengiriman barang (cargo), yang mana kajian dalalam penelitian kami meliputi jumlah penumpang dan barang, persebarannya dan keadaan bandara Syamsudin Noor. 
Praktek lapangan ini merupakan salah satu bagian dari mata kuliah yang di ajarkan kepada Mahasiswa segenap program studi yang ada di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM) Banjarmasin demi memberikan penegetahuan secara langsung jadi antara teori dan praktek akan berjalan secara selaras. Dari adanya praktek lapangan ini di peroleh Hasil, Sebaran Volume barang dan penumpang pada masing-masing rute maskapai penerbangan, Faktor-faktor penggunaan waktu (hari) pada masing-masing rute maskapai penerbangan dan Kondisi umum Bandar Udara Syamsuddin Noor Banjarbaru   
Praktek lapangan merupakan observasi lapangan yang bertujuan untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, pengalaman dan keterampilan mahasiswa terutama mahasiswa yang berlatar belakang keguruan, yang meliputi bidang edukatif (pendidikan) khusus nya guru geografi. Disamping itu juga bertujuan untuk membekali mahasiswa sebagai calon pendidik dengan keterampilan sebagai calon guru yang ideal, yang mampu memberikan inspirasi kepada peserta didik.   
Harapkan dengan melakukan Praktek Lapangan ini, maka mahasiswa khususnya Program Studi Geografi sebagai calon seorang guru atau pendidik bisa melihat dan memahami secara langsung bekal pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang menunjang agar mampu memberikan gambaran ilmu pengetahuan geografi secara tepat dan benar sebelum mereka terjun kedalam kegiatan belajar mengajar (KBM).  
Kegiatan Praktek Lapangan (PL) yang di kemas dalam sebuah penelitian  dapat mengaitkan pelajaran dengan pengalaman Praktek Lapangan tersebut. Jadi seorang mahasiswa, tidak hanya mendapatkan pengetahuan secara teoritis saja tetapi juga dapat mempraktikkan secara langsung di lapangan dan memadukan antara keduanya dengan tepat dan sistematis. 
B. Rumusan Masalah 
Adapun  perumusan masalah dalam  praktek lapangan dapat dilihat dari cakupan pokok bahasan yaitu; (1)Sebaran Volume barang dan penumpang pada masing-masing rute maskapai penerbangan? (2)Faktor-faktor penggunaan waktu (hari) pada masing-masing rute maskapai penerbangan, (3)Kondisi umum Bandar Udara Syamsuddin Noor Banjarbaru.

C. Tujuan Penulisan 
Adapun Tujuan dalam kegiatan Praktek lapangan ini yang ingin dicapai, yaitu (1)Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang bersifat teori dan prakteknya, (2)Untuk mempelajari dan mengamati kondisi fisik bandara dan keadaan transportasi udara yang ada di Bandara Syamsudin Noor Banjarbaru. (3)Untuk mengetahui secara langsung keadaan perseberan barang dan penumpang yang berlangsung di Bandara Syamsudin Noor Banjarbaru, (4)Untuk mengetahui jumlah persebaran barang dan penumpang yang ada di terminal penerbangan yang meliputi Cargo maupun penumpang yang ada di Bandara Syamsudin Noor.

      DManfaat Penelitian
     Adapun manfaat dari dilakukannya serangakaian kegiatan Praktek lapangan ini adalah sebagai berikut: (1) Bagi mahasiswa/peserta/penulis laporan, agar dapat meningkatkan pengetahuan secara langsung, pemahaman dan berusaha untuk mempelajari lebih lanjut teori yang disampaikan, kemudian di implikasikan langsung dalam praktikum, (2) Bagi dosen atau tenaga pengajar, sebagai bahan informasi tambahan terhadap mata kuliah yang bersangkutan dan materi yang diajarkan serta bahan masukan untuk menentukan nilai akhir nanti, (3) Bagi pengamat, sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pengetahuan pada bidang pendidikan sebagai bahan ajar pada peserta didik dan sebagai sumber data baru untuk pembandingan pengamatan. (4) Laporan  ini dapat menjadi referensi terkait pengetahuan mengenai bagaimana penerapan kajian lapangan yang dikaitkan pada materi kuliah yang mana kajian tersebut meliputi kajian wilayah kita sendiri. Yang di laksanakan Oleh lembaga pendidik seperti Program Studi Pendidikan  Geografi  FKIP UNLAM Banjarmasin, meskipun sangat sederhana.

E. Kajian Pustaka
Pengertian Transportasi, Transportasi atau perangkutan adalah perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan (kuda, sapi, kerbau), atau mesin.Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan (trip) antara asal (origin) dan tujuan (destination). 
Perjalanan adalah pergerakan orang dan barang antara dua tempat kegiatan yang terpisah untuk melakukan kegiatan perorangan atau kelompok dalam masyarakat.
Perjalanan dilakukan melalui suatu lintasan tertentu yang menghubungkan asal dan tujuan, menggunakan alat angkut atau kendaraan dengan kecepatan tertentu. Jadi perjalanan adalah proses perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain. Transportasi adalah pemindahan manusia, hewan  atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh manusia dan atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Peran transportasi bagi kelangsungan perekonomian sebuah wilayah (negara, provinsi, kota) sangatlah penting. Sebuah sistem transportasi yang terpadu, efisien, dengan biaya rendah akan ikut membantu kelangsungan perekonomian negara tersebut. Secara umum moda transportasi dibagi menjadi 4 jenis, yaitu angkutan darat, angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan kereta api. Setiap moda transportasi tersebut tidak dapat bekerja sendiri–sendiri. Setiap moda merupakan mata rantai yang harus terorganisir dalam suatu sistem transportasi. Kondisi transportasi suatu negara biasanya sebanding dengan kemajuan negara tersebut.
Negara–negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan negara–negara Eropa umumnya sudah memiliki sistem transportasi yang baik. Sebaliknya juga bagi negara berkembang seperti Indonesia, pengelolaan sistem transportasi juga masih belum baik. Secara umum masalah–masalah yang ada pada sistem transportasi di Indonesia adalah sebagai beriku.

  • Unsur-Unsur Dasar Transportasi
Ada lima unsur pokok transportasi, yaitu: (1) Manusia, yang membutuhkan transportasi (2) Barang, yang diperlukan manusia, (3) Kendaraan, sebagai sarana transportasi, (4) Jalan, sebagai prasarana transportasi, (5) Organisasi, sebagai pengelola transportasi. Pada dasarnya, ke lima unsur di atas saling terkait untuk terlaksananya transportasi, yaitu terjaminnya penumpang atau barang yang diangkut akan sampai ke tempat tujuan dalam keadaan baik seperti pada saat awal diangkut.
  •  Moda Transportasi 
Moda transportasi terbagi atas tiga jenis moda, yaitu: Transportasi darat: kendaraan bermotor, kereta api, gerobak yang ditarik oleh hewan (kuda, sapi,kerbau), atau manusia. Moda transportasi darat dipilih berdasarkan faktor-faktor, yaitu; (1) Jenis dan spesifikasi kendaraan; (2) Jarak perjalanan; (3) Tujuan perjalanan; (4) Ketersediaan moda; (5) Ukuran kota dan kerapatan permukiman, (6)Faktor sosial-ekonomi; (7) Transportasi air (sungai, danau, laut): kapal, tongkang, perahu, rakit; (8) Transportasi udara: pesawat.
  •  Transportasi Publik 
Transportasi publik adalah seluruh alat transportasi di mana penumpang tidak bepergian menggunakan kendaraannya sendiri. Transportasi publik umumnya termasuk kereta dan bis, namun juga termasuk pelayanan maskapai penerbangan, feri, taxi, dan lain-lain. Transportasi publik merupakan sarana transportasi utama di bumi. 
  •  Fungsi Transportasi (Regional dan Lokal)
Transportasi perlu untuk mengatasi kesenjangan jarak dan komunikasi antara tempat asal dan tempat tujuan. Untuk itu dikembangkan sistem transportasi dan komunikasi, dalam wujud sarana (kendaraan) dan prasarana (jalan). 
Tiimbulnya jasa angkutan untuk memenuhi kebutuhan perangkutan (transportasi) dari satu tempat ke tempat lain. Terlihat, bahwa transportasi dan tata guna lahan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kegiatan transportasi yang diwujudkan dalam bentuk lalu lintas kendaraan, pada dasarnya merupakan kegiatan yang menghubungkan dua lokasi dari tata guna lahan yang mungkin sama atau berbeda.

Sarana Dan Parasarana Bandara, sarana transportasi udara meliputi: (1) Pesawat terbang atau pesawat udara atau kapal terbang atau cukup pesawat saja adalah kendaraan yang mampu terbang di atmosfir atau udara, (2) Bandar udara atau bandara merupakan sebuah fasilitas tempat pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat. Bandara yang paling sederhana minimal memiliki sebuah landas pacu namun bandara-bandara besar biasanya dilengkapi berbagai fasilitas lain, baik untuk operator layanan penerbangan maupun bagi penggunanya, (3) Menurut ICAO (International Civil Aviation Organization): Bandar udara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan, instalasi dan peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian untuk kedatangan, keberangkatan dan pergerakan pesawat. Sedangkan definisi bandar udara menurut PT (persero) Angkasa Pura adalah “lapangan udara, termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk masyarakat”.

F. Metode Penelitian
  • Daerah penelitianPenelitian ini dilaksanakan di Bandar Udara Syamsuddin Noor  yang terletak di Banjarmasin, tepatnya diKelurahan Syamsuddin Noor, Kecamatan Landasan Ulin, Kotamadya Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Jarak dari kota Banjarmasin sekitar 26 km.
  • PopulasiPopulasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang di tentukan. Populasi berhubungan dengan data, bukan manusianya (Margono, 1997). Populasi dalam penelitian ini adalah jumalah maskapaipenerbangan, persebaran barang dan penumpang baik itu yang in maupun yang out yang ada di Bandara Syamsudin Noor.
  • Variabel PenelitianVaribel dari penenitian ini, yaitu: Variabel Bebas (XVariabel bebas dalam penelitian ini adalah mengetahui tentang persebaran barang dan penumpang, jenis maskapaim penerbangan, serta profil bandara internasional Syamsudin Noor yang ada di Banjarbaru. Variabel terikat (Y) Dalam penelitian ini variable terikatnya adalah Bandara Internasional Syamsudin Noor
  • Teknik Pengumpulan Data, Data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah; Data Sekunder yang bersumber dari data yang di peroleh melalui studi kepustakaan dengan mempelajari literatur, tulisan tulisan ilmiah. Data  Primer yaitu data yang bersumber dari data yang di peroleh melalui tanya jawab secara langsung kepada petugas yang ada di bandara terkait dengan kajian persebaran penumpang, barang serta maskapai yang melakukan kerja sama dengan Bandara Syamsudinnor, dan profil Bandara Syamsudin Noor. Teknik Pengumpulan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Teknik Observasi, yaitu; Observasi langsung adalah cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau penomena yang ada pada objek penelitian.Teknik Dokumen, yaitu mengumpulkan dokomen-dokomen yang berhubungan dengan data penelitian.